Monday, 20 June 2011

Kerja Sambilan

Walaupun susah didapat, tetap saja ada pekerjaan sambilan yang bisa dilakukan kami dan rekan-rekan sejurusan. Yang susah didapat adalah pekerjaan sambilan yang membutuhkan majikan (atau yang dilakukan dengan status kami sebagai karyawan orang lain), sedangkan yang mudah dilakukan adalah pekerjaan yang sifatnya wirausaha.

Berikut ini daftar beberapa pekerjaan yang lazim (juga yang tidak lazim) dilakukan sebagian di antara kami.

Yang perlu majikan:
a. Ngajar di kursusan (ini yang paling lazim)
b. Jadi resepsionis hotel (ada 1-2 orang)
c. Jadi penyiar radio (ada 1 orang, deh)


Yang nggak perlu majikan:
1. Penyedia jasa "Ngetik-in Kartu Mahasiswa" (biasanya di musim registrasi saban semester)
2. Penerjemah lepas (bagi yang mau repot-repot)
3. Pemandu wisata (tour guide) lepas (di Prambanan, Borobudur, Kraton, dan sekitarnya)
4. Ngajar privat (bahasa Inggris, tentunya)
5. Mbikin-bikin desain stiker (nggak nyambung dengan kuliahnya)
6. Nyanyi di kafe (nggak ada hubungannya dengan field of study-nya, tapi ada juga loh)
7. Ngejualin kartu lebaran (sama, nggak nyambung dengan mata kuliah apa pun di jurusan)

Yang saya ingat ya segitu itu. Memang, terbatas sekali lowongan pekerjaan yang tersedia bagi kami yang ingin mendapatkan penghasilan, serendah apa pun pekerjaan tersebut. Kadang, penasaran juga dengan berita-berita dan ocehan beberapa orang yang pernah tinggal di Eropa or Australia or USA bahwa banyak mahasiswa di sana yang bisa nyambi jadi pencuci piring di restoran atau pengantar pizza door-to-door. Ternyata, kondisi di negeri-negeri "sono" tersebut emang jauh berbeda dengan negeri Yogyakarta. Di Jogja, posisi-posisi yang "katanya" bisa diisi oleh mahasiswa secara sambilan ternyata udah diisi oleh orang-orang yang memang "hidup-matinya" ada di situ, alias mengandalkan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan utama dan satu-satunya.

Saya sendiri nekat jadi penerjemah, dengan tarif amat murah. Awal-awal, pekerjaan menerjemahkan ditulis tangan (dan ternyata ada juga customer yang mau). Setelah mampu mbeli mesin ketik bekas di Ledok Tukangan (gracias por Semar-Mesem fundacion), barulah penerjemahan dilakukan dengan mesin ketik. Tarif sedikit naik, tapi nggak bisa banyak-banyak, kerana customer (yang umumnya mahasiswa) maunya juga ngirit. Ya udah, wirausaha bermodal utama nekat pun jalan terus sampai kuliah kelar.

Ada yang membuat hati saya tergetar, salah satu mahasiswa lain jurusan (Bhs Jawa), dengan kepercayaan diri yang luar biasa mencari penghasilan dengan jualan baso dorongan di Samirono. Waktu dia lewat di depan kos-kosan saya, tenggorokan ini tercekat erat saking terharunya. Spellbound.

1 comment:

SUBANDIYO DIMAN said...

Ha3x .. jd ngingetin jaman dulu mas, semasa sama2 jd mhs famik yg dipelihara negara [beasiswa supersemar], jd inget dg mbak Martindah Hanurani & Mas Eko ..
salam ...